AGAMA
SUATU
INSTITUSI DALAM DILEMA
(Mardaup J)
A.Pendahuluan
Agama, melalui hubungannya dengan yang tertinggi dan
suci menjawab masalah makna pada titik dimana pengetahuan manusia mulai goyah.
Agama menyediakan suatu hubungan dengan hal diluar jangkauan, ketika manusia
tidak lagi mampu menawarkan keselamatan dan apabila pengendalian yang dilakukan
manusia terhadap kondisi lingkungan dan alam gagal. Agama memberikan arah yang
menyeluruh dan makna yang tuntas terhadap kehidupan manusia, serta memberikan
mekanisme penyesuaian kepada aspek-aspek situasi manusia diluar pengendalian
manusia.
Tetapi akhirnya, agama berkembang
menjadi bentuk organisasi, itu tidak lepas dari tuntutan agama itu sendiri
sebab agama semakin berkembang dari waktu kewaktu sehingga membutuhkan suatu
kedudukan yang tepat disamping tugas daripada agama itu sendiri yang dipanggil
Tuhan untuk melayani kebutuhan manusia yang terdalam.
B. ISI
Bahwa ketika suatu agama memasuki sistem kelembagaan
dan menjalaninya menjadi suatu hal yang rutin, maka agama itu akan menghadapi
kesulitan yang timbul dari dari rutinitas itu sendiri, bahkan lebih dari
sekedar kesulitan, agama justru akan menghadapi “dilema”. Ketika diperhadapkan
pada satu pilihan diantara dua alternatif yang saling berlawanan seperti antara
“ya” dan “tidak”.Pilihan itu menempatkan agama pada satu hal yang disebut
“serbasalah” sebab memilih “ya” itu salah dan juga ketika memilih “tidak” itu
justru tidak benar.
Zaman melaju dan selalu melangkah ke
depan dan masyarakat selalu mengalami perubahan dari masa ke masa menuju kepada
bentuk yang lebih kompleks dan sempurna. Dalam proses tersebut yang tidak dapat
diantisipasi adalah “perubahan sosial”. Unsur-unsur sosiobudaya dari beberapa
sektor kehidupan mengalami kemajuan karena ilmu pengetahuan dan penemuan baru,
inovasi dalam bidang komunikasi dan teknologi. Hal tersebut menimbulkan
beraneka dan beragam serta bermacam gaya hidup dan mode-mode yang baru. Tetapi,
satu hal yang menonjol adalah bahwa keberadaan “agama tetap sama” meskipun
situasi telah berubah. Agama tetap statis dan berpegang pada prinsip-prinsip
keberadaan awalnya. Keadaan inilah yang menimbulkan masalah sulit yang dihadapi
agama yang disebut “dilema”
Agama tidak hanya sekedar menjadi
suatu faktor yang menyumbang kebaikan bagi integrasi masyarakat, yang
memungkinkan pencapaian tujuan dan memperkuat pengendalian sosial. Agama tidak
semata-mata merupakan suatu faktor yang memperkuat moral dan keseimbangan
daripada kepribadian individu. Agama juga memiliki sifat pemecah belah, suatu
awal penyebab ketegangan dan konflik. Hubungan antara masyarakat dan agama
sering menjadi suatu hal yang kabur dan dilematis. Hubungan agama dan
masyarakat merupakan suatu hubungan yang dialektis, bisa menjadi negatif pada
suatu waktu dan dan positif pada waktu lain.
Hubungan antara masyarakat dan agama
harus dilihat dari berbagai sudut pandang. Apa yang sesungguhnya dibutuhkan
adalah pengetahuan yang lebih tepat dan terperinci tentang kondisi agama itu
dan juga masyarakat. Agama seringkali diperhadapkan pada persoalan atau masalah
kekuasaan dan kepemimpinan seperti kepemimpinan karismatis atau kepemimpinan
rasional? Dua pilihan ini saling memiliki aspek positif dan negatifnya
masing-masing yang tentunya menjadi dilema tersendiri bagi agama sebab diantara
dua jawaban ini masing-masing memiliki resikonya tersendiri.
Apabila suatu agama identik dengan
kebudayaan suatu bangsa maka hal tersebut akan menimbulkan kerugian untuk agama
itu sendiri, seperti (1)kredibilitas agama itu cenderung untuk diragukan oleh
kalangan pemeluk agama yang berpendidikan/intelektual, (2)dengan adanya ajaran
agama yang bercampur dengan sistem nilai budaya masyarakat setempat yang masih
feodal tradisional, maka jiwa konservatisme asli bertumbuh dan semakin
bertambah kokoh, karena mendapat pupuk yang baik dari konservatime agama
tersebut,(3)kehidupan agama yang dikendalikan oleh pemimpin religius bersama
dengan pemimpin sekular/profan mengundang munculnya intoleransi/tenggang rasa
terhadap golongan yang lain.
Dilema lain yang dihadapi agama
ialah masalah uniformitas dan pluriformitas agama. Jika agama mau
menitikberatkan perkembangannya dalam bentuk kesatuan yang absolut maka hal ini
akan menimbulkan banyak kesulitan dalam tubuh agama itu sendiri. Agama-agama
berusaha untuk menjelaskan hal-hal rohaniah yang abstrak dan supra empiris
dengan lambang-lambang yang diambil dari dunia benda yang konkret mudah
ditangkap oleh panca indra. Namun, penggunaan dunia perlambangan itu sendiri
melibatkan umat beragama dalam kesulitan berujung dua.
C.
Kesimpulan
Agama terlahir untuk kebutuhan rohaniah masyarakat.
Dalam kenyataannya agama tidak dapat lepas dari keberadaan masyarakat sebab
dengan kehadirannya manusia dapat menjawab berbagai persoalan kehidupan. Agama
dalam prosesnya berkembang menjadi suatu bentuk yang lebih kompleks yaitu
institusi serta merta dengan masyarakat yang juga bertumbuh dan melaju menuju
bentuk masyarakat yang sangat berbeda dari sebelumnya sebab adanya pengaruh
dari teknologi dan komunikasi sekarang ini. Agama mendapat tantangan atas hal
ini, dan menghadapi dilema.
D.Refleksi
Sebagai umat beragama,
seorang individu tidak perlu terlalu menekankan sifat fanatisme akan agama yang
dianutnya dan malah menghadapi berbagai dilema akan ajaran yang berbeda dari
kehidupan yang sebenarnya. Kenyataaan yang tidak selalu sesuai dengan harapan,
dan situasi yang serba salah. Hanya perlu memahami bahwa agama pada dasarnya
menawarkan kebaikan dan seseorang harus menyesuaikannya dengan zaman yang ia
jalani.
No comments:
Post a Comment