Wednesday, June 17, 2020

Jurnal Theologia: ROH DALAM PANDANGAN AGAMA-AGAMA



1.      Pendahuluan
Setiap agama-agama memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam setiap hal. Di dalam tulisan ini terpadat pandangan-pandangan roh menurut agama-agama. Roh secara umum diartikan sebagai sesuatu yang hidup yang tidak berbadan jasmani yang berakal budi dan berperasaan.[1] Tetapi pemahaman ini tidaklah untuk semua orang dan semua agama. Pemahaman tentang Roh dipengaruhi bagaimana pengalaman mereka tentang roh itu. Maka di bawah ini akan dijelaskan bagaimana pandangan agama-agama tentang Roh itu.
2.      Isi
2.1. Roh Dalam Pandangan Islam
Menurut pandangan Islam, Roh disebut dengan Sang Nabi Suci. Agama Muslim mengetahui bahwa setiap nabi yang benar dari Allah adalah suci dan tanpa dosa. Roh yang digunakan disini dikatakan sebagai nabi. Roh yang benar adalah nabi yang benar, roh yang salah adalah nabi yang salah. Penyebutan Roh Allah diakui oleh agama Islam yang disebut dengan Ruhullah. Roh yang baik yang dikatakan oleh agama islam sebagai nabi yang baik adalah yang menjalani seluruh hidupnya dengan begitu terhormat dan tekun, yang telah mendapat gelar mulia as-saasdiq (orang yang jujur) dan Al amin “jujur” lurus” dapat dipercaya, bahkan daripada para penyembah berhala di negara itu, maka mereka juga mengatakan bahwa Muhammad adalah penjelmaan dari kebenaran Al-amin yang disebut juga dengan Roh Kebenaran.[2]
Roh (Ar.:ar-ruah yaitu angin, nafas). Roh menurut agama Islam adalah zat murni yang tinggi, hidup, dan hakikatnya berbeda dengan tubuh. Roh tidak dapat menyelusup ke dalam kedalam tubuh, tidak larut dan tidak terpecah-pecah yang diberi kepada tubuh atau yang memberi kehidupan pada tubuh selama tubuh itu mampu menerimanya. Roh dala Al- Qur’an juga dikaitkan dengan malaikat dan wahyu. Roh juga mempunyai pengertian yang sama dengan kata an-nafs yang diartikan dengan jiwa. Hal ini mengartikan bahwa roh mempunyai pengertian yang sama dengan an-nafs, hanya perbedaannya terletak pada penggunaannya.[3]
An-nafs ini juga dibagi menjadi tiga macam yaitu jiwa nabatiyang artinya kesempurnaan awal bagi benda alami yang hidup dari segala makan, tumbuh dan berkembang. Jiwa hewani yaitu kesempurnaan awal bagi benda alami yang hidup dari segi mengetahui hal-hal yang kecil dan bergerak dengan kehendak. Jiwa insani yaitu kesempurnaan awal bagi benda yang hidup dari segi melakukan perbuatan dengan potensi akal dan pikiran serta dari segi mengetahui hal-hal yang bersifat umum. Jiwa insani ini jugalah yang dinamakan dengan Roh. Sebelum masuk dan berhubungan dengan tubuh disebut dengan Roh,sedangkan setelah masuk ke dalam tubuh disebut nafs.[4]
Roh juga dipahami sebagai sumber kehidupan dan sumber moral yang baik. Roh juga sesuatu yang halus, bersih dan bebas dari pengaruh hawa nafsu yang merupakan rahasia Allah SWT. Roh juga dibagi dalam 2 bagian yaitu roh hewani yang diartikan dengan jauhar yang halus yang terdapat pada rongga hati jasmani yang merupakan sumber kehidupan, perasaan,gerak, dan penglihatan yang dihubungkan dengan anggota tubuh. Agama Islam juga memahami bahwa hubungan roh dengan jasad mengatakan bahwa jiwa atau roh merupakan bentuk bagi jasad di satu pihak dan jauhar rohani dipihak lain. Roh selalu bekerja melalui jasad dan jasad membentuk sasaran Roh. Roh atau jiwa tidak akan ada jika jasad tidak bersedia menerimanya. Hubungan Roh dengan jasad merupakan hubungan yang saling mempengaruhi. Pada umumnya juga para filsuf Islam mengakui adanya kekekalan roh.[5]
Dalam agama Islam juga dipahami adanya Rohulkudus (ruh al-qudus) yang artinya roh suci. Menurut agama Islam Rohulkudus diberikan Allah SWT untuk mengatur mahluk, menemui orang-orang tertentu untuk menyampaikan pesan dari Allah SWT yang membantu mengokohkan iman manusia dan menyampaikan berita-berita baik lainnya. Rohulkudus memiliki tugas-tugas sebagai berikut:
-          Bertugas menyampaikan wahyu kepada Rasulullah SAW yang dijelaskan dalam firman-Nya. Rohulkudus yang dipahami di sini adalah Jibril.
-          Rohulkudus diutus oleh Allah SWT kepada Nabi Isa AS sebagai bukti kebenaran (mukjizat)-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an.
-          Menemui orang-orang tertentu sesuai dengan kehendak Allah SWT, sebagai firman-Nya.
-          Rohulkudus menemui Tuhan pada saat-saat tertentu, sebagaimana firman-Nya.
-          Rohulkudus adalah Malaikat Jibril dan termasuk mahluk ciptaan Allah SWT  yang diciptakan-Nya sebelum penciptaan makhluk lainnya.[6]

2.2. Roh Dalam Pandangan Hindu
Dalam agama Hindu Roh dipahami bahwa mahluk hidup sudah diuraikan sebagai roh yang tidak bersifat material yang sanggup mengangkat dirinyasampai keinsafan diri dengan berbagai jenis Yoga. Roh dipahami sebagai roh yang utama yaitu bentuk Tuhan yang bersemayam di dalam hati. Sehingga agama hindu memahami bahwa kebenaran yang paling utama dan kekuatan yang memelihara segala sesuatu baik material maupun rohani itulah roh yang utama. Krisna dikatakan sebagai Roh yang utama yang bersemayam di dalam hati semua orang. Tidak ada perbedaan diantara Roh-Roh Yang Utama yang jumlahnya tidak terhingga yang bersemayam di dalam hati para mahluk yang jumlahnya tidak dapat dihitung. Di dalam pemahaman agama Hindu juga, bahwa ada Roh yang individual yang menumpang di dalam kereta badan jasmani, yang dikendalikan oleh pikiran. Roh ini menikmati dan mengalami penderitaan sesuai dengan pengendalian oleh pemikiran, dan indria-indria. Mereka memahami bahwa Roh berkaitan dengan hal rohaniah. Demikian juga dengan kelahiran-kematian, usia tua dan penyakit mempengaruhi badan rohani yang lain, tetapi bagian roh yaitu badan rohani tidak dipengaruhi. Badan rohani yang merupakan roh tidak mengalami kelahiran, kematian, usia tua maupun penyakit. Dengan memiliki badan rohani yang menjadi Rekan Keprsibadian Tuhan Yang Mahaesa dengan sungguh-sungguh maka akan mencapai kebebasan. “Aham brahmasmi”yang artinya diriku adalah roh. Seseorang dikatakan hendaknya mengerti bahwa dirinya adalah Brahman atau Roh.[7]
Dalam penghayatan agama Hindu, muncul bentuk upacara-upacara harian yang dilaksanakan di tempat-tempat yang berkaitan dengan kehidupan manusia sehari-hari. Tradisi ini merupakan hal terpenting terutama di dalam masyarakat Bali yang beragama Hindu. Tradisi mereka sangat mementingkan keseimbangan roh jahat (adharma)dan roh baik (dharma). Untuk menyeimbangkan ini di buatlah upacara sesajen.[8]
Dalam hukum karma universal yang terdapat di dalam agama Hindu, hal itu tidak dapat di pahami dalam pengertian dimensi fisik, seperti malaikat. Sesuai dengan pemahaman ini juga bahwa roh juga dapat memberi karma tambahan dengan cara mengikuti kejahatan. Karena roh-roh tersebut memilih untuk tetap tinggal di bumi, mereka mempunyai energi yang bisa untuk saling ketertarikan, atau kekuatan-kekuatan kelemahan.[9]
2.3. Roh Dalam  Pandangan Agama Weda Purba
Menurut kitab-kitab Weda Samhita ada dua golongan zat hidup, yang kedudukannya lebih tinggi daripada manusia yakni dewa-dewa yang bersikap murah terhadap manusia dan berkenaan menerima pujaan manusia, dan para roh jahat yang bersikap memusihi manusia yang harus dilawan oleh manusia dengan pertologan para dewata dengan upacar-upacar keagamaan. Ada dua golongan roh jahat menurut agama Weda Purba yaitu roh jahat yang tinggi martabatnya dan roh inilah yang menjadi musuh para dewa. Contohnya adalah Wrta yang merupakan musuh dari dewa Indra, yaitu roh yang menguasai musim kemarau. Kemudian roh jahat tang tergolong rendah martabatanya adalah Raksa yang sering menampakkan diri sebagai binatang atau sebagai manusia ayang memakan daging mentah atau jenajah.[10]
2.4. Roh Menurut Agama Buddha
Menurut pemahaman agama Buddha, ada yang dinamakan dengan roh jahat. Roh jahat yang dimaksudkan di sini adalah yang merintangi usaha Siddharta ketika dia sedang berusaha dengan sekerasnya mendapatkan pencerahan yang sempurna. Maka iblis menyuruh roh jahat tersebut untuk mengganggu. Dalam pemahamannya di sini berarti roh jahat merupakan suruhan si iblis, yang menjelma dengan wujud yang berbeda-beda.[11]
Pemahaman tentang roh juga dalam agama Buddha ialah kaitannya dengan kehidupan manusia dengan indera-indera yang ada padanya. Semua indera ini terkait dengan dari pada roh dan benda atau keadaan batin dan lahir (namarupa), roh dan benda bergantung dari pada kesadaran (wijnana).[12]
2.5. Roh Dalam Pemahaman Agama Kristen
Menurut pemahaman agama Kristen, dalam Perjanjian Lama kata roh diterjemahkan dari kata ruakh yang berarti roh atau nafas. Nafas atau kehidupan bersifat kekal yang diberikan oleh Allah sebagai yang maha kuasa atas seluruh ciptaan dan roh tidak dapat dikontrol oleh manusia.[13]  Dalam kehidupan orang Yahudi, Roh (ruakh) dipahami sebagai bagian dari Allah. Dalam perjalanan sejarah dunia, mulai dari penciptaan, Roh turut ambil bagian dalam penciptaan (Kej. 1:2). Hal tersebut menandakan bahwa Roh adalah Allah. Dalam hubungannya dengan karya penyelamatan terhadap manusia, Roh hanya hadir dan melakukan karya dalam diri orang-orang tertentu, misalnya kepada nabi-nabi dan raja-raja yang memimpin Isreal (Bilangan 11: 25; 1 Samuel 10:10; 16:13;18). Roh Allah hinggap pada diri orang tertentu seperti Musa untuk menuntun umat keluar dari perbudakan. Namun Roh Allah ini juga tidak tetap pada diri orang tertentu dan bisa keluar (1 Samuel 10:13).
Dari dua bahasa yaitu ruakh (bahasa Ibrani) dan pneuma (bahasa Yunani), maka Roh Kudus dapat dirumuskan sebagai Allah yang bertindak. Dari kedua bahasa ini “Roh” mula-mula dan pertama-tama berarti “angin” atau “badai”. Kemudian pengertian ini beralih menjadi “gerakan udara” yang disebabkan oleh nafas. Pada perkembangan berikutnya, gerakan tadi dipahami sebagai asas atau prinsip kehidupan atau daya hidup (vitalitas). Dengan itu roh berarti Allah yang mempunyai daya hidup dan yang mengaruniakan kepada mahlukNya. Dengan kata lain, Roh Kudus sepenuhnya adalah Allah, dan bahwa dalam setiap jenis tindakan Allah kita berhadapan dengan Allah yang esa dan yang sama.[14]   
2.6. Roh Menurut Kepercayaan Orang Batak
Dalam agama Batak Kuno Toba, immanen dewa yang tinggi dicerminkan oleh silsilah kehidupan orang Batak yang dilihat sebagai keberadaan alam semesta yaitu lambang kreatifitas yang sudah ditakdirkan Tuhan. Kekuasaan, penghakiman dari dewa tertinggi menyebabkan berbagai kehidupan yang dinamis. Peran penting dimainkan oleh peran Debata Na Tolu yang merupakan keterlibatan dari Mula Jadi Na Bolon. Sifat imanennya dicerminkan melalui tondi (roh). Setiap individu mempunyi tondi. Suatu misteri yang paling dalam mengenai tondi adalah dalam upacara agama dan pemujaan terhadap dewa. Tondi tidak dapat terpisah dari hidup manusia. Tondi adalah yang mengendalikan manusia baik dalam keadaan sakit, baik dalam keadaan sehat dan juga dalam setiap kehidupannya[15].
Tondi orang-orang hidup, orang-orang meninggal dan mereka yang akan lahir adalah bersama dewata tertinggi melalui pancaran kuasa Mula Jadi Na Bolon terhadap Batara Guru sebagai “pandapotan ni tondi”, berada dalam semua mahluk. Melalui Batara Guru sebagai sumber roh manusia, melekat dengan segala sesuatu atau hadir di segala tempat.[16]
Pribahasa batak mengatakan “yang hidup memiliki roh dan yang mati memiliki sahala”. Dari kedua bagian itu dapat kita lihat:
  1. roh yang hidup ialah roh yang hidup di bumi, dan dia dapat dilihat
  2. roh sahala ialah roh yang hidup ketika mati hadewataon, dan itu tidak nampak.
Roh yang hidup dalam kebudayaan batak adalah roh manusia, roh raja, roh orang miskin, roh padi, roh rumah, roh hula-hula, roh ni boru, dll. Dan roh sahala “roh yang mulia” dalam kebudayaan batak yaitu sahala orang tua yang meninggal, sahala ni ompung yang meninggal. Roh itu dapat hidup jika dilakukan upacara/ adat batak, misalnya roh debata dari adat hadewataon, roh manusia dari adat kemanusiaan, roh hula-hula dari adat parhula-hulaon, dll. Karena dipercaya dalam upacara adat itulah hidup roh-roh itu. Jadi di upacara adat itulah hidup roh dan sahala. Sahala tidak dapat dilihat dari mata fisik melainkan dari mata nurani. Sahal dapat terus hidup  dan mulia apabila dilakukan penyembahan terus menerus kepada arwah nenek moyang itu. Bagi orang batak orang yang hidup dalah orang yang memiliki roh. Adat batak mempercayai “martondi na mangolu, marsahala naung mate, asa molo martondi na mangolu di tano on dina tinanda dohot na niida di adat hajolmaon, laos songon I do marsahala naung mate mangolu di adat hadewataon, ala tondi do mambahen mangolu, sahala do mambahen simangot manang marsimangot”. Bagi orang batak ada juga hata na marsimangot yaitu perkataan yang berisi ajaran-ajaran yang baik dan berbuah dari roh nenek moyang. Perkataan yang menghasilkan buah itulah perkataan yang benar dan yang memikili sahala.



[1] Lih. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pustaka, 1995. hlm. 845.
[2] Lih. Ahmed Deedat, The Choice (Dialog Islam Kristen), Pustaka AL- Kautsar 1994: hlm. 60-62.
[3] Lih. Roh, dalam Ensiklopedi Islam 4 (Nah- Sya), Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta 1994: hlm. 174.
[4] Hal. Roh, dalam Ensiklopedia Islam 4 (Nah-Sya): hlm.  174.
[5] Hal. Roh, dalam Ensiklopedia Islam 4 (Nah-Sya): hlm. 175.
[6] Hal. Rohulkudus, dalam Ensiklopedia Islam 4 (Nah-Sya): hlm. 178.
[7] Lih. Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami Prabhupada, Bhagavad- Gita (Menurut Aslinya), Hanuman Sakti, Jakarta 2000: hlm. 363-410.
[8] Lih. Herkulanu Entangai, Pendidikan Agama Katolik (Dewasa Dalam Komunikasi Iman), Grasindo: dalam Google Book.
[9] Lih. Gary Zukav, The Seat Of The Soul (Visi Baru Tentang Takdir Manusia), Pustaka Alpabet, Jakarta 2006: hlm. 186.
[10] Lih. Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1994: hlm. 18-19.
[11] Lih. Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha: hlm. 62.
[12]  Lih. Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha: hlm. 68.
[13] Bnd. Roh Kudus adalah Roh Allah, Roh kebenaran, Roh Tuhan, Roh Yesus, Roh penghibur. Roh Kudus dilambangkan dengan nafas, angin, merpati, jari Allah, api. Kepelbagaian yang menggambarkan Roh Kudus tersebut membantu untuk menerangkan identitas dan kerja Roh. Pemberitaan PL menerangkan Roh Kudus sebagai suatu aktivitas yang impersonal, tidak berpribadi. Namun Allah hadir secara pribadi dan berkuasa melalui RohNya. Alkitab memuat adanya adanya gerakan dalam pekerjaan Roh Kudus dari yang eksternal ke yang internal, dari yang  lahiriah ke yang batiniah, dan dari penerapan atas “keadaan” ke penerapan atas “watak”. Ihwal yang ragawi dan amoral menuju ke yang rohani dan moral dalam buku J. D. Douglas, Roh Kudus, Ensiklopedia Masa Kini Jilid II, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1995), hlm. 318.
[14]Lih.  Nazarius Rumpak, Masa Roh Kudus dan Kasih Karunia, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2001: hlm. 13.
[15] Lih. Anicetus B. Sinaga, The Toba Batak High God Transendence and Immanence, (St. Augustin West Germany, Antropos Institue, vol 38): hal. 107.

[16] Lih. Darwin Lumban Tobing, “Gerak Jiwa dan Tortor Batak Pada Pesta Gereja”, (Dalam Pemikiran Tentang Batak Jubileum 125 tahun HKBP), disunting B.A. Simanjuntak, universitas HKBP Nomensen, Medan 1998: hal. 136.

No comments:

Post a Comment