Wednesday, June 17, 2020

Jurnal Theologia: Pelepasan Dosa


Pembahasan
            a. Pelepasan Dosa dalam Perjanjian Lama
Secara umum dapat dikatakan bahwa dosa artinya kehilangan kelurusan, pembelokan garis yang lurus atau ada kata-kata yang berarti meleset yang dalam artian tidak mencapai apa yang dimaksud. Dosa tersebut merubah arah di dalam hidup manusia. Manusia dijadikan Tuhan agar menjuruskan dalam kecakapannya kepada kemuliaan Tuhan, tetapi karena dosa maka terhadap pembelokan terhadap jurusan ini kepada diri manusia sendiri.[1]
Kejadian 3:1-7 mengisahkan tentang dosa pertama umat manusia. Sebuah Alkitab menjelaskan kejiwaan akibat dosa harus dimulai dari jatuhnya malapetaka. Awal dari malapetaka yang dialami oleh manusia tersebut bukanlah berasal dari kebaikan Allah itu sendiri tetapi dari ketidakpatuhan Adam dan Hawa. Secara spesifik dikatakan bahwa dosa mengakibatkan kekacauan jiwa manusia. Sebagaimana pernyataan ini haruslah dikualifikasikan dari kumpulan Alkitab bahwa seseorang menderita kejiwaan bukanlah hanya karena mereka pendosa dab pengikut perbuatan Adam dan Hawa tetapi juga karena mereka korban dari sebuah perbuatan dunia.[2]
Kitab PL telah memberitakan kepada kita bahwa kefasikan bukanlah dating dari Allah. Oleh karena itu, orang selalu dianjurkan supaya mendekati Allah (Mzm. 73:23; 119:68), sebab Tuhan Allah itu adalah Maha Adil. Tuhan Allah murka terhadap segala dosa, baik dosa para musuh Israel (Kel 23:22), maupun dosa Israel itu sendiri (Yes. 63:10; Rat. 2:4`5`6`7). Secara tegas dijelaskan bahwa dosa memisahkan Tuhan Allah daripada manusia (Yes. 59:2,3-8,16,19).[3]
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah hokum dari dosa? Pertama, maut (Kej. 2:17), kedua, hidup manusia menjadi rusak. Apakah sampai di sini? Merupakan suatu anugerah dari Tuhan yang telah memberikan pengampunan. Oleh karena itu maka ada suatu bentuk pelepasan dari dosa Allah terhadap bangsa Israel. Bersamaan dengan pelepasan dari dosa tersebut, terlebih dahulu ada pengakuan yang menghasilkan pengampunan.[4]

b. Pelepasan Dosa dalam Perjanjian Baru
Dalam PB sangatlah jelas diajarkan, misalnya dalam 1 Yohannes 1:5, Allah adalah terang dan bahwa di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan. Dalam Yohannes 8:44 Yesus mengajar dan berkata bahwa iblis adalah pembunuh manusia sejak semula, dan bahwa mereka yang tidak dapat menangkap firman-Nya memiliki iblis sebagai bapanya dalam artian ingin melakukan keinginan-keinginan bapanya itu. Inilah yang dapat disebut dengan dosa. Demikian halnya dalam PB bahwa dosa itu bukanlah berasal dari Allah. Berbicara tentang asal dosa merupakan suatu hal yang sulit sebab dosa memang tidak mungkin diterangkan. Alkitab tidak menerangkan dosa.
Jikalau kita mencoba untuk meneliti Alkitab dengan cermat, kita akan tahu bahwa Alkitab tidaklah membimbing kita kepada pemecahan tentang asal dosa, akan tetapi membimbing kita kepada “pengakuan dosa”. Dengan adanya pengakuan maka terjadi pelepasan yang menghasilkan pengampunan. Dalam PB lebih mengarah kepada penyelamatan dari dosa. Nama Yesus diartikan sebagai “Dia yang menyelamatkan umatNya dari dosa mereka” (Mat. 1:21). Sama halnya dalam PL, bahwa dalam PB penyelamatan atau pelepasan dosa merupakan suatu proses.[5]
 Dalam PB ini sangatlah jelas karya Allah yang universal, yang menguniversalkan penyelamatan/pengampunan dari Allah. Sedangkan PL umumnya melihat tindakan penyelamatan Allah berkaitan dengan Israel saja.

III. Pelepasan Dosa atau Pengampunan
Sebagaimana nilai dari dosa merupakan suatu hal yang menyedihkan, Alkitab menawarkan pengharapan dan optomisme untuk menghadapinya. Inti berita Alkitab adalah prakarsa besar ilahi dalam mengatasi dosa, yaitu rencana Allah untuk menyelamatkan manusia yang berpusat pada Yesus Kristus. Melalui karya Yesus Kristus maka sampai pada apa yang dikatakan dengan pelepasan dosa (pengampunan). Kuasa rampasan dosa sudah dibinasakan melalui kehadiran Allah melalui kehadiran Allah dalam diri Yesus Kristus.[6]
Yang menjadi dasar dari pengampunan dosa itu sendiri itu adalah kematian-Nya di kayu salib (Mat. 20:28-35; 26:28). Orang yang telah diampuni dosanya harus juga bersedia mengampuni kesalahan orang lain. Hal ini merupakan pokok penting dalam pengajaran Yesus Kristus (Mat. 6:14-15;18:21-35; Luk. 17:3-4).[7]
Adapun kepercayaan Kristen, yang dengannya orang mempercayakan dirinya dan seluruh eksistensinya kepada Allah sebagai suatu pengakuan akan dosa untuk mendapat pengampunan serta pelepasan dosa dalam mencapai keselamatan. Demikian halnya yang tertulis dalam Ibrani 10:23-25: “Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia. Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.”
Demikian halnya menurut Marthin Luther dalam Katehismus Besarnya tentang pengampunan akan kesalahan atau dosa. “dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami”. Dosa yang dilakukan setiap hari, perlu diampuni setiap hari. Permohonan ini berkenan dengan hidup kita yang malang dan menyedihkan. Sebab, meskipun kita memiliki Firman Allah dan percaya, melakukan apa yang Ia kehendaki, bersabar menerima apa yang Ia berikan dan hidup dari pemberian-pemberianNya yang baik, kita tidak dapat hidup terus tanpa berbuat dosa. Setiap hari kita masih tersandung membuat pelanggaran, Karena kita hidup di dunia bersama-sama orang yang mengganggu kita. Akibatnya, hati nurani kita menjadi gelisah, takut akan murka Allah dan penolakanNya, sehingga ia tidak merasakan penghiburan dan dorongan dari kabar baik itu. Karena kita perlu senantiasa bergegas untuk permohonan ini dan mendapat penghiburan yang menenteramkan hati nurani kita kembali.
Bagi Marthin Luther, pelepasan atau pengampunan dosa itu hanya didapat/diperoleh dari sakramentologi (Baptis dan Perjamuan Kudus). Hal tersebut akan diterima oleh manusia hanya dalam empat tahap yang secara tepat menurut pemahaman Marthi Luther itu sendiri, yakni:
ü  Solagratia
ü  Solafide
ü  Solascriptura
ü  Solus Christus
Setiap manusia memerlukan pengampunan dan hanya Dialah yang berhak mengampuni atau memberi pelepasan dosa tersebut. Kita memohon agar Allah berbaik hati dan memberi pengampunan. Dengan demikian maksud permohonan ini adalah agar kita memohon kepada Allah untuyk tidak mengingat dosa-dosa kita atau mengingat akan apa yang layak kita terima setiap hari. Hanya kemurahan hati Allahlah yang dapat mengampuni kita sesuai dengan janjiNya sehingga kita memiliki hati nurani yang tenteram dan tidak benar dengan Allah.[8]
Demikianlah halnya Allah yang mengampuni dan kita juga mengampuni. Pengampunan bukan hanya dari Allah sendiri akan tetapi karena Allah telah dahulu mengampuni maka manusia juga harus saling mengampuni. Allah menyuruh kita mengampuni justru untuk menguatkan dan meyakinkan kita, sebagai suatu tanda bersama dengan janji yang mengatakan hal yang sama seperti doa ini dalam Lukas 6:37: “Ampunilah dan kamu akan diampuni”. Itu sebabnya Kristus mengulangi janji ini segera setelah Doa Bapa Kami dalam Matius 6:14: “Jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di Sorga akan mengampuni kamu juga” dst.[9]
Dan yang jelas, hanya oleh karena Anugerah, Iman, Alkitab dan Kristuslah manusia itu diampuni. Itulah yang menjadi pemahaman pengajaran dari Marthin Luther. Tanda ini dapat melakukan juga apa yang dapat dilakukan oleh Baptisan dan Perjamuan Kudus yang telah ditetapkan sebagai tanda-tanda lahiriah. Tanda ini membuat kita teguh dan tenteram dalam hati nurani kita. Dan kita telah diberi hak istimewa memanfaatkan dan memakainya setiap saat, karena tanda itulah ada pada kita senantiasa.


IV. Pandangan Dogmatis
Alkitab berbicara tentang penyelamatan atau pengampunan. Adanya penyelamatan tersebut sebagai subyeknya adalah Allah sendiri. Hal ini dapat kita lihat dalam Yes. 43:11 yang mengatakan: “Aku, Akulah Tuhan (YHWH) dan tidak ada juruselamat selain dari padaKu”. Dari semua karya Allah tersebut, secara khusus mengenai penyelamatan melalui pengampunan berdasarkan pada kasih setia Tuhan Allah. Kasih Allah ialah sikap (hati) yang tanpa syarat apapun terhadap umat, yang mana pihak lain tersebut selalu diutamakan dari segala sesuatu. Kasih tersebut telah Nampak dalam PL, pemilihan Allah terhadap bangsa Israel. Kasih setia tersebut berlangsung berkaitan dengan kebenaran Tuhan.

V. Kesimpulan
            Pengampunan Tuhan untuk mencapai keselamatan manusia dari belenggu dosa sepanjang sejarah berurat berakar dalam kasih karunia/rahmat Allah yaitu suatu sikap nyata yang mencakup:
§   Kasih
§   Belas kasihan/kerelaan
§   Kesetiaan dalam kebenaran
Perlu diketahui baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru yang banyak berbicara tentang dosa tidak pernah menyajikan suatu teologi tentang dosa. Tidak ada ulasan-ulasan teoritis mengenai gejala-gejala yang disebut tentang dosa, dan meskipun tidak ada sebuah teologi lengkap tentang dosa, namun dalam cerita-cerita Alkitab serta hokum-hukum yang bersangkutan dengan gejalan dosa, banyak pemahaman yang ambigu tentang dosa.
Daftar Pustaka


Benner David G,
1985                Baker Encyclopedia of Psychology, (Baker Book House Company)
Charles Ryrie C,
1992                Teologi Dasar, (Yogyakarta: Yayasan Andi)
Elwell Walter A,
1984                Evangelical Dictionary of Theology, (Michigan: Baker Book House Grand Rapids)
Groenen C,
1994                Soteriologi Alkitabiah: Keselamatan yang Diberitakan Alkitab, (Yogyakarta: Kanisius)
Hadiwijono Harun,
2006                Iman Kristen, (Jakarta: BPK-GM)
Soedarmo R,
1985                Ikhtisar Dogmatika, (Jakarta: BPK-GM)
---------------------,
2007                Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I, (Jakarta: YKBK/OMF)



[1] Walter A. Elwell, Evangelical Dictionary of Theology, (Michigan: Baker Book House Grand Rapids, 1984), 1013.
[2] David G. Benner, Baker Encyclopedia of Psychology, (Baker Book House Company: 1985), 1083.
[3] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2006), 227-228.
[4] R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, (Jakarta: BPK-GM, 1985), 127-128.
[5] C. Groenen, Soteriologi Alkitabiah: Keselamatan yang Diberitakan Alkitab, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 139-140.
[6] ---------, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I, (Jakarta: YKBK/OMF, 2007), 260.
[7] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar, (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1992), 294.
[8] Marthin Luther, Katehismus Besar, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2007), 170-171.
[9] Ibid.172.

No comments:

Post a Comment