Monday, May 20, 2019

Seputar Filsafat Ilmu : Fenomenologi (Destinasi Yang Mengubah Realitas Sosial)


   


   Ilmu pengetahuan sibuk membahas mengenai kebenaran objektif, sedangkan fenomenologi meletakkan kebenaran pada nilai yang dihidupi subjek, yang di dalamnya terurai pengalaman manusiawi, konflik, rekonsiliasi, kebijaksanaan lokal, kebenaran yang teriorisasi oleh subjek. Didalam bidang pendidikan objektivitas penting untuk siswa, dan  rute subjektivitas mudah dilupakan. Subjektivitas tidak dapat dikalkulasi, tak mungkin distatistik, dan tidak valid bila di rata-rata menurut hitungan matematika.
      Fenomenologi bila dipahami memiliki nota ilmiah yang mengguyur bagai air segar diladang riset yang mengalami musim kering, riset disiplin sosial. Fenomenologi dapat dikatakan Ilmu, menurut Edmund Husserl Fenomenologi tidak bisa dimitologisasikan. Yang artinya Fenomenologi bukan filsafat sejenis kebijaksanaan yang dideklarasikan oleh Sokrates. Fenomenologi itu science seperti ilmu pengetahuan yang mengubah peradaban dunia.
      Alfred Schutz menyebut Fenomenologi itu sebagai Metodologi karena konsepnya menawarkan implikasi prosedural bagaimana kebenaran di raih, lalu realitas di pahami dan pendekatan hidup manusia dengan cara menjadi milik subjek. Dunia pengalaman manusia adalah dunia yang subjektif, tetapi kebenaran yang dihadirkan tidak objektif. Pengalaman manusia merupakan sebuah pengalaman yang halnya menjadi milik dari keseharian. Dan keseharian mendulang nilai kehidupan manusia, artinya perkara subjektivitas kebenaran adalah perkara pengalaman nyata. Fenomenologi meminati terutama dunia pengalaman manusia. Dunia pengalaman manusia adalah dunia sejarah manusia ( Historisitas ). Soren Kierkegaard mengatakan bahwa tokoh sejarah manusia adalah dirinya ( pribadi manusia yang bersangkutan ).
      Manusia dengan pengalamannya adalah komponen tunggal dari yang disebut sejarah. Nilai kehidupan tidak datang dari langit melainkan dari manusia dengan pengalamannya. Filsafat fenomenologi merupakan seni mempertanyakan kemapaman, kedangkalan, dan kesemerawutan yang kerap tidak dirasa, tidak dinyana, sebab fenomenologi ialah filasafat anti kemapanan yan mengedepankan pengalaman manusia bukan formalisme kebenaran. Phenomenological research method adalah metodologi penelitian yang berada dalam ranah pengalaman manusia ( Subjek ). Sebuah kesadaran solidaritas memang bisa muncul dari pengetahuan jumlah penderita. Tetapi yang juga tidak boleh kelewatan ialah pengalaman manusia para penderita. Riset fenomenologis bukan sebuah narasi historis atau catatan pengalaman harian. Riset fenomenologi memiliki kepentingan untuk menguak realitas ( kebijaksanaan ) sosial hingga pada wilayah autentiknya.
      Riset fenomenologi menaruh minat juga pada perkara “ Kearifan Lokal ” dengan arti kesadaran pikiran, perasaan, nilai kebersamaan nilai religus, nilai reonsiliatif, nilai kultural-relasional, nilai organisasional gerakan terkait dengan relasionalitas dengan sesamanya siapa pun termasuk yang bukan dari komunitasnya. Dalam fenomenologi, manusia adalah sumber ilmu pengetahuan. Manusia adalah pencipta sejarahnya. Manusia adalah dia yang membangun “ Pandangan hidup dan dunianya “ ( Weltanchauung ). Dalam penelitian fenomenologi, peneliti tidak bertindak seperti “ Helikopter “ yang seakan-akan terbang lebih tinggi berada di atas realitas. Penelitian adalah dia yang memasuki wilayah itu, belajar dari pengalaman para subjek. Konteks fenomenologi adalah filasat artinya orang perlu mengenal filsafat agar bisa memahami fenomenologi. 
      Filasafat adalah elaborasi relasi saya dengan dunia ( alam ), sesama manusia, dan Tuhan. Elaborasi relasi manusia dengan dunia dalam sejarah perkembangan filsafat akan di jumpai suatu alur pemikiran filsafat yang mengalir, bergulir dari zaman ke zaman. Mitos dimaksudkan untuk melukiskan relasi manusia dengan alam dengan dunianya, dengan bahkan realitas yang mengatasi hidupnya. Mitos bukan penjelasan hal atau peristiwa hujannya melainkan elaborasi relasi manusia dengan dunia. Periode awal kehadiran filsafat Yunani ditandai dengan campur baur mentalitas berpikir. Tidak sepenuhnya mitos ditinggalkan. Gerekan intelektual yang berusaha menarik garis tegas antara penjelasan mitologis dan ilmiah juga makin menghebat.  Ilmiah dalam Yunani awali berkaitan dengan argumentasi, refleksi dan predikasi. Perkembangan filsafat Yunani mencapat puncak sistematis pada pemikiran Aristoteles.
      Bagi Aristoteles relasi manusia dan dunia identik dengan relasi rasio dan realitas, artinya pengetahuan manusia tentang dunia adalah pengetahuan rasional tentang realitas. Dalam Aristoteles mengatakan pengetahuan ialah soal relasi kesesuaian antara apa yang ada dalam akal budi dengan objek real yang diketahui diluar akal budi. Dalam Aristoteles pengetahuan memiliki makna, jika pengetahuan itu benar, sahih dan valid. Kebenaran suatu ilmu pengetahuan dalam cara berpikir Aristotelian ialah kebenaran objektif. Kebenaran objektif berarti kebenaran yang menunjuk kepada realitas objeknya. Dalam filsafat Aristotelian, kebenaran objektif adalah kebenaran Universal.
      Plato berkata bahwa kebenaran universal tak pernah menunjuk kepada objek nyata, sebab objek nyata hanyalah percikan dari realitas universal. Ide atau gagasan dari Aristoteles menjadi semacam fondasi metodologi untuk ilmu pengetahuan modern. Objek nyata merupakan rujukan dari kebenaran. Dengan maksud ilmu pengetahuan bertumpu pada objek realnya. Pernyataan ilmiah ditarik dari realitas objektifitas sering kali di katakan filsafat Aristoteles sebagai filsafat esse. Yang artinya filsafat Aristotelian bertolak dari ada, dari realitas dan dari segala apa yang ada. Konteks epistemologis, filsafat Aristotelian terus berlangsung sampai Descartes muncul. Descartes adalah pendobrak gaya justifikasi model Aristotelian, ia tidak bertolak dari objek , melaikan dari subjek. Yang paling melukiskan subjektivitasnya, yaitu rasio, akal budi, kesadaran diri. Filsafat Descartes disebut sebagai filsafat kesadaran karena melucuti suatu pengetahuan dari dimensi objektivitasnya. Filsafat Descartes disebut juga sebagai filsafat Cogito Ergo Sum artinya Saya berpikir maka saya ada.
      Descartes menegaskan yang disebut dengan pengetahuan adalah ingatan sejauh manusia menyadari. Kepastian ilmu pengetahuan bukan lagi perkara korespondensi atau diskrepansi rasio dengan realitas, melainkan perkara kesadaran rasional manusia. Rasionalisme Cartesian ( Descartes ) mengalami puncak elaborasi pada filsafat Immanuel Kant. Kant mengatakan bahwa ilmu pengetahuan bukan ingatan, bukan kesesuaian antara rasio dan realitas, melainkan sintetis apriori. Yang artinya pengetahuan ada dalam akal budi sendiri yang memiliki struktur kategoris. Ia juga mengatakan bahwa realitas itu tertutup. Filsafat Kant membuat krisis metafisika Aristotelian, dan juga teologi Kristiani, karena dengan Kant esse atau realitas seakan tidak diperlukan lagi. Pengetahuan sudah tercakup dalam akal budi manusia sedemikian rupa.
      Fenomenologi membuka cara berpikir baru dan mendobrak kesombongan. Fenomenologi juga memiliki tema sentral yang sangat penting. Ide seperti lifeworld menjadi salah satunya dalam arti  dunia hidup keseharian. Alfred Schutz juga mengatakan every day life dalam maksud keseluruhan dari ruang lingkup hidup saya, relasi – relasi saya, peristiwa – peristiwa di sekitar saya dan segala informasi serta budaya yang menjadi konteks hidup saya. Lifeworld memiliki makna aktualitas yang berkaitan dengan masa sekarang.
      Fenomenologi bukan formalisme yang artinya bukan suatu perincian pemikiran yang memiliki kategori formal, ketat dan rigid. Formalisme berkaitan dengan disiplin ilmu – ilmu sosial yang memiliki target – target formal menggariskan metodologi sah, sahih, objektif. Fenomenologi bukan bagian dari ilmu sosial, tidak memiliki ambisi apapun, bukan pula realisme, karena realisme memiliki keterkaitan dengan objetivitas objektivisme jauh dari apa yang dimaksud sebagai pemaknaan fenomenologi. Fenomenologi mengurai dinamisme pemaknaan intersubjektivitas. Gagasan intersubjektivitas menunjuk pada pandangan yang membuat urusan subjek mengemuka. Intersubjektivitas adalah relasionalitas, kekuatan interrelasi. Dalam makna kekuatan kebersamaan dicakup aneka kepentingan subjek yang mengatasi segala upaya objektivitas. Belajar mengenai fenomenologi bukan saja belajar filsafat atau belajar ilmu pengetahuan, melainkan belajar tentang realitas kehidupan tersendiri. Dalam arti fenomenologi menjadi sebuah keniscayaan model pencarian manusia akan kebenaran hidup dan dirinya, sesamanya, dunianya, dan relasionalitasnya dengan alam, Tuhannya dan suatu arti indahnya sebuah metodologi yang memiliki destinasi yang mengubah realitas sosial hidup keseharian menjadi lebih baik, lebih manusiawi.

Literatur Utama: Fenomenologi Dalam Penelitian Ilmu Sosial ( Dr. Muhammad Farid, M.Sos. dkk)

Chairil Sastra (Redaksi)

No comments:

Post a Comment