Thursday, March 8, 2018

Mawar Untuk Monika



               

Cuaca pagi membangunkankanku dalam kesejukan. Aku terduduk dan sejenak berusaha menyusun alur mimpiku semalam yang tidak beraturan jalan ceritanya. Aku kembali bermimpi tentang dia. Seharusnya dia sudah kadaluwarsa dari ingatan namun mimpi-mimpi dari alam bawa sadarku senantiasa mengingatkan kembali tentang dirinya. Meskipun begitu, aku selalu menutupi kasus ini. Aku sudah menjalani dunia yang samasekali jauh bersisian dengan dirinya. Melupakan masa lalu memang tidak semudah membalikkan telapak tangan.
                Aku segera berbenah di pagi yang cerah ini, rutinitas ku sebagai seorang guru sangat ku nikmati. Tatkala bertemu dengan para siswaku yang masih dalam labilitas dan kebebasan bertumbuh, rasa tanggungjawab itu tumbuh untuk mengarahkan mereka kepada jalan hidup yang lebih baik. Setidaknya lebih baik dari para gurunya. Aku bangkit dan tidak lupa menyirami bunga mawar di pekarangan rumah, selagi masih pagi pikirku. Bunga Mawarku bermekaran, merah cerah. Mengingatkankanku pada sahabatku, Mawar. Sahabat terbaik dalam perjalanan hidupku, yang kusayangi melebihi diriku sendiri, entah dimana dia berada sekarang.
                Handphone ku berdering, ada pesan WA baru masuk. Ku lihat pesan Vikri, pacarku. Sudah tiga minggu ini dia menunggu akan lamarannya. Aku masih berpikir dan menimbang. Masih berat rasaku untuk menikah.
                “selamat pagi sayang, semangat bekerja” demikian pesannya. Read.
                Ku letakkan kembali hpku sambil memejamkan mata. dilema. Aku Merasa bersalah kepada setiap sisi. Merasa bersalah kepada diri sendiri yang tidak bisa menentukan sikap. Merasa bersalah kepada Vikri dan keluarganya yang telah lama menunggu. Dan aku merasa bersalah pada satu sisi di lubuk hatiku yang paling dalam yang tidak akan pernah bisa terkatakan.
                “selamat pagi bu guru” sapa para muridku di gerbang sekolah.
                “selamat Pagi!” balasku dengan tersenyum ramah.
                Hari masih pagi dan di kantor guru yang ku jumpai masih seorang, Ibu Rouna.
                “bu Mon, ini ada surat kepada ibu” katanya sambil memberi sebuah amplop berisi surat.
                Ku terima  itu, dan ada nama lengkapku disana. Kepada Yang terhormat, Ibunda Guru Monika Arinda.  Surat itu Yayasan Pelangi Cinta Fondasi(PCF).
                “ibu juga dapat surat?”
                “iya bu Mon, ibu tahu ngga klo yayasan PCF itu disponsori oleh beberapa perusahaan terbesar di Negara ini”
                “iya tahu bu. Tapi pihak PCF mengundang kita dengan pertimbangan apa? Seharusnya guru-guru yang sudah mapan dan berpengalaman yang diundang dalam misi seperti ini”.
                “Iya juga sih, tapi dari yang ku lihat dari 4 undangan yang datang ke sekolah kita. Ke empatnya termasuk guru-guru muda”
                “siapa yang dua lagi”
                “Pak riko dan Pak Hendra”
                “jadi gimana ibu? Ibu Rouna Ikut?”
                “iya harus ikutlah bu, ini bakal jadi ekspedisi besar dan termasuk sebuah sejarah dalam dunia pendidikan, aku tak ingin melewatkan kesempatan ini”.
                Sebuah gebrakan besar yang dimotori oleh Yayasan Pelangi cinta telah menuai simpati rakyat di negeri ini. Tatkala pulau-pulau terpencil berhasil di duduki oleh pendidikan yang mapan demi generasi bangsa. Kali ini setelah lama mendengar di berita dan surat kabar mengenai yayasan ini dan misinya yang besar, kali ini saya mendapat kesempatan yang berharga untuk bergabung dalam misi ini.
                Ku WA Vikri “Vik, maafkan aku. Aku belum siap untuk menikah”. Sent.
                Esoknya aku berbenah, aku dan rouna berangkat bersama puluhan guru yang tergabung dalam misi sumatera. Berlayar menuju pulau Mentawai. Mungkin saja aku ikut karena ingin pergi dari semua tekanan hidup yang memberatkan rasaku. Aku hanya ingin warna baru. Meresapi pengalaman baru. Mungkin rencana untuk menikah akan kutunda sampai beberapa waktu ke depan. Sampai aku benar-benar siap melepaskan semua hal yang mengganggu batinku.
                Namun di luar dugaan, tubuhku tidak tahan terhadap peralihan cuaca. Setelah perjalanan panjang nan melelahkan, Sesampai di pulau aku mengalami demam tinggi hingga harus mendapatkan perawatan. Hingga aku terbangun esok paginya di posko aku begitu shock dengan adanya setangkai mawar merah di letakkan di sampingku.
                “hey, udah bangun bu Mon!” sapa rouna, yang menjagaiku semalaman.
                “ini mawar dari siapa Ro?” tanyaku penasaran.
                “dari ketua yayasan”
                “hah” aku terheran, tidak percaya.
                “biasa aja kali mon, tuh tengok, semua orang sakit dapat mawar”
                Lantas ku perhatikan sekelilingku, ada sekitar 7-8 orang ternyata dari kami yang sakit . Pada akhirnya aku semakin salut dan kagum dengan sosok ketua yang sering diperbincangkan oleh para guru sepanjang perjalanan. Sayang sekali aku tidak terbangun saat dia datang subuh tadi, aku sangat penasaran. Dan juga Mawar ini, aku juga punya cerita tentang mawar. Sepertinya dia suka mawar.
                “Gimana mon? udah kuat ikut untuk ikut tutorium dari ketua hari ini?” Tanya Rouna, kami memang sepakat untuk menghilangkan formalitas diantara kami, sehingga kami hanya memanggil nama saja.
                “udah lumayan sih ro, udah bisa aku ikut. Nanti takutnya ketinggalan banyak materi, padahal besok udah mau aksi”
                “ayoklah, cepatlah kita berbenah”
                Dengan kondisi yang ala kadarnya di posko pelayanan ini kami pun bersiap untuk mengikuti Tutorium dari ketua yayasan yang telah menjalankan misi karya pendidikan ini selama dua tahun. Dia begitu terkenal, namun hanya sedikit orang yang tahu namanya, bahkan media pun sama sekali tidak dapat menangkap wajahnya dan identitasnya. Bangsa ini hanya tahu Yayasan Pelangi Cinta, dan ratusan Guru senusantara yang menjadi pendukung dan menjadi Voulentirnya. Termasuk saya. Rasa penasaran menghinggapi kami para guru untuk melihat figur asli dari sang tokoh yang dimuat dalam buku terpopuler yang terbit tahun lalu “Sang Perintis”.
                Kami duduk di tempat yang telah dipersiapkan disebuah lapangan besar dan ditutupi tenda. Ada sekitar 90an guru yang tergabung dalam misi sumatera. Sebuah kehormatan besar.
                “selamat pagi, para pahlawan”
                “selamat pagi ketua” semua serempak dan semangat menjawab sambutan berkharisma itu.
                Aku terpaku. Terheran. Terhenyak. Mataku tidak percaya. Hatiku bergolak. Seketika kepanikan memenuhi batinku.
                “perkenalkan, namaku Prof. Mawar Joni, saya Ketua Tim Yayasan Pelangi Cinta Fondasi. Selamat datang para pahlawan pendidikan, mari berkarya di lading kemiskinan. Buat bangsa ini menjadi hebat”.
                Kepalaku pusing. Bumi seolah bergeming dari pijakan kakiku. Aku mohon ijin kepada panitia untuk keluar sebentar. Acara tetap dilanjutkan. Aku kembali ke posko dan ku bongkar barang-barangku mencari kembali surat undangan yang disampaikan rouna tempo hari. Aku menemukannya. Dan ku periksa dengan seksama. Tertanda ketua Tim : M.Joni.
                 Ya Tuhan, Dari sekian ratus orang sukses yang ada di negeri ini, mengapa harus dia. Mengapa harus si Mawar, tahukah engkau ya Tuhan daripada bertemu dengannya lebih baik ku celupkan wajahku ke lumpur hina puluhan kali. Aku tidak sanggup berhadapan langsung dengannya.
                Seketika  kenangan tentang mawar muncul menghukumku.
                “aku mencintaimu mon, aku sangat mencintaimu”
                “maaf war, kita harus berpisah. Udah bosan aku samamu”
                “Mon, jangan begitu. Aku tahu kamu bertemu dengan cowok yang lebih hebat, tapi tentu kamu tahu betapa tulusnya aku samamu”
                “iya kau tulus, tapi aku anak orang miskin war, kamu juga. Kamu tahu betapa menyedihkannya hal itu? Kita akan saling mencintai dan bergumul dengan lumpur kemiskinan seumur hidup”.
                “apakah itu kata-kata bijak dari seorang calon guru?”
                “iya war, satu tahun saja cukup untuk kita. Simpan saja semua kenangan kita. Enyahlah. Aku ingin kaya”

                Seribu satu alasan pun tak akan cukup untuk menyembuhkan luka yang telah ku buat. Alasan apapun yang kulakukan untuk bersikap matre dan membuatnya membenciku tak akan mampu mengubah keadaan dan rasa maluku. Sejauh ini aku hanya menduga dia ingin membalaskan dendamnya padaku, yang telah tertahan bertahun-tahun yang lalu. Ku kemasi semua barangku dan melangkah menjauh.
                “Monika!!!” suara itu memanggil namaku
                Aku menoleh, dia berdiri disana. Masih dengan tubuh pendeknya. Salah satu spesies mawar yang tak berduri. Pria yang tidak henti-hentinya berkarya di muka bumi. Sejauh yang ku ingat aku hanya ingat Mawar.J bukan M.Joni. ku lihat kearah tenda rupanya acara tutorium sudah diambil alih oleh panitia lain.
                Aku berdiri kaku.begitu malu. Antara lari atau bersembunyi, aku malah mematung dengan bodohnya.
                Dia mendekat. Menawarkan sebuah bunga mawar lagi.
                “Monika Arinda, Lama tidak bertemu” ujarnya  tersenyum penuh wibawa.
                Hatiku bersorak detik itu “Mama, aku ingin Pulang”. 

Mardaup.J



                 

               
               

No comments:

Post a Comment