Cuaca pagi membangunkankanku dalam
kesejukan. Aku terduduk dan sejenak berusaha menyusun alur mimpiku semalam yang
tidak beraturan jalan ceritanya. Aku kembali bermimpi tentang dia. Seharusnya
dia sudah kadaluwarsa dari ingatan namun mimpi-mimpi dari alam bawa sadarku
senantiasa mengingatkan kembali tentang dirinya. Meskipun begitu, aku selalu
menutupi kasus ini. Aku sudah menjalani dunia yang samasekali jauh bersisian
dengan dirinya. Melupakan masa lalu memang tidak semudah membalikkan telapak
tangan.
Aku segera berbenah di pagi yang
cerah ini, rutinitas ku sebagai seorang guru sangat ku nikmati. Tatkala bertemu
dengan para siswaku yang masih dalam labilitas dan kebebasan bertumbuh, rasa
tanggungjawab itu tumbuh untuk mengarahkan mereka kepada jalan hidup yang lebih
baik. Setidaknya lebih baik dari para gurunya. Aku bangkit dan tidak lupa
menyirami bunga mawar di pekarangan rumah, selagi masih pagi pikirku. Bunga
Mawarku bermekaran, merah cerah. Mengingatkankanku pada sahabatku, Mawar.
Sahabat terbaik dalam perjalanan hidupku, yang kusayangi melebihi diriku
sendiri, entah dimana dia berada sekarang.
Handphone ku berdering, ada
pesan WA baru masuk. Ku lihat pesan Vikri, pacarku. Sudah tiga minggu ini dia
menunggu akan lamarannya. Aku masih berpikir dan menimbang. Masih berat rasaku
untuk menikah.
“selamat pagi sayang, semangat
bekerja” demikian pesannya. Read.
Ku letakkan kembali hpku sambil
memejamkan mata. dilema. Aku Merasa bersalah kepada setiap sisi. Merasa
bersalah kepada diri sendiri yang tidak bisa menentukan sikap. Merasa bersalah
kepada Vikri dan keluarganya yang telah lama menunggu. Dan aku merasa bersalah
pada satu sisi di lubuk hatiku yang paling dalam yang tidak akan pernah bisa
terkatakan.
“selamat pagi bu guru” sapa para
muridku di gerbang sekolah.
“selamat Pagi!” balasku dengan
tersenyum ramah.
Hari masih pagi dan di kantor
guru yang ku jumpai masih seorang, Ibu Rouna.
“bu Mon, ini ada surat kepada
ibu” katanya sambil memberi sebuah amplop berisi surat.
Ku terima itu, dan ada nama lengkapku disana. Kepada
Yang terhormat, Ibunda Guru Monika Arinda.
Surat itu Yayasan Pelangi Cinta Fondasi(PCF).
“ibu juga dapat surat?”
“iya bu Mon, ibu tahu ngga klo
yayasan PCF itu disponsori oleh beberapa perusahaan terbesar di Negara ini”
“iya tahu bu. Tapi pihak PCF
mengundang kita dengan pertimbangan apa? Seharusnya guru-guru yang sudah mapan
dan berpengalaman yang diundang dalam misi seperti ini”.
“Iya juga sih, tapi dari yang ku
lihat dari 4 undangan yang datang ke sekolah kita. Ke empatnya termasuk
guru-guru muda”
“siapa yang dua lagi”
“Pak riko dan Pak Hendra”
“jadi gimana ibu? Ibu Rouna
Ikut?”
“iya harus ikutlah bu, ini bakal
jadi ekspedisi besar dan termasuk sebuah sejarah dalam dunia pendidikan, aku
tak ingin melewatkan kesempatan ini”.
Sebuah gebrakan besar yang
dimotori oleh Yayasan Pelangi cinta telah menuai simpati rakyat di negeri ini.
Tatkala pulau-pulau terpencil berhasil di duduki oleh pendidikan yang mapan
demi generasi bangsa. Kali ini setelah lama mendengar di berita dan surat kabar
mengenai yayasan ini dan misinya yang besar, kali ini saya mendapat kesempatan
yang berharga untuk bergabung dalam misi ini.
Ku WA Vikri “Vik, maafkan aku.
Aku belum siap untuk menikah”. Sent.
Esoknya aku berbenah, aku dan
rouna berangkat bersama puluhan guru yang tergabung dalam misi sumatera.
Berlayar menuju pulau Mentawai. Mungkin saja aku ikut karena ingin pergi dari
semua tekanan hidup yang memberatkan rasaku. Aku hanya ingin warna baru.
Meresapi pengalaman baru. Mungkin rencana untuk menikah akan kutunda sampai
beberapa waktu ke depan. Sampai aku benar-benar siap melepaskan semua hal yang
mengganggu batinku.
Namun di luar dugaan, tubuhku
tidak tahan terhadap peralihan cuaca. Setelah perjalanan panjang nan
melelahkan, Sesampai di pulau aku mengalami demam tinggi hingga harus
mendapatkan perawatan. Hingga aku terbangun esok paginya di posko aku begitu
shock dengan adanya setangkai mawar merah di letakkan di sampingku.
“hey, udah bangun bu Mon!” sapa
rouna, yang menjagaiku semalaman.
“ini mawar dari siapa Ro?”
tanyaku penasaran.
“dari ketua yayasan”
“hah” aku terheran, tidak
percaya.
“biasa aja kali mon, tuh tengok,
semua orang sakit dapat mawar”
Lantas ku perhatikan
sekelilingku, ada sekitar 7-8 orang ternyata dari kami yang sakit . Pada
akhirnya aku semakin salut dan kagum dengan sosok ketua yang sering
diperbincangkan oleh para guru sepanjang perjalanan. Sayang sekali aku tidak
terbangun saat dia datang subuh tadi, aku sangat penasaran. Dan juga Mawar ini,
aku juga punya cerita tentang mawar. Sepertinya dia suka mawar.
“Gimana mon? udah kuat ikut
untuk ikut tutorium dari ketua hari ini?” Tanya Rouna, kami memang sepakat
untuk menghilangkan formalitas diantara kami, sehingga kami hanya memanggil
nama saja.
“udah lumayan sih ro, udah bisa
aku ikut. Nanti takutnya ketinggalan banyak materi, padahal besok udah mau
aksi”
“ayoklah, cepatlah kita
berbenah”
Dengan kondisi yang ala kadarnya
di posko pelayanan ini kami pun bersiap untuk mengikuti Tutorium dari ketua
yayasan yang telah menjalankan misi karya pendidikan ini selama dua tahun. Dia
begitu terkenal, namun hanya sedikit orang yang tahu namanya, bahkan media pun
sama sekali tidak dapat menangkap wajahnya dan identitasnya. Bangsa ini hanya
tahu Yayasan Pelangi Cinta, dan ratusan Guru senusantara yang menjadi pendukung
dan menjadi Voulentirnya. Termasuk saya. Rasa penasaran menghinggapi kami para
guru untuk melihat figur asli dari sang tokoh yang dimuat dalam buku terpopuler
yang terbit tahun lalu “Sang Perintis”.
Kami duduk di tempat yang telah
dipersiapkan disebuah lapangan besar dan ditutupi tenda. Ada sekitar 90an guru
yang tergabung dalam misi sumatera. Sebuah kehormatan besar.
“selamat pagi, para pahlawan”
“selamat pagi ketua” semua
serempak dan semangat menjawab sambutan berkharisma itu.
Aku terpaku. Terheran.
Terhenyak. Mataku tidak percaya. Hatiku bergolak. Seketika kepanikan memenuhi
batinku.
“perkenalkan, namaku Prof. Mawar
Joni, saya Ketua Tim Yayasan Pelangi Cinta Fondasi. Selamat datang para
pahlawan pendidikan, mari berkarya di lading kemiskinan. Buat bangsa ini
menjadi hebat”.
Kepalaku pusing. Bumi seolah
bergeming dari pijakan kakiku. Aku mohon ijin kepada panitia untuk keluar
sebentar. Acara tetap dilanjutkan. Aku kembali ke posko dan ku bongkar
barang-barangku mencari kembali surat undangan yang disampaikan rouna tempo
hari. Aku menemukannya. Dan ku periksa dengan seksama. Tertanda ketua Tim :
M.Joni.
Ya Tuhan, Dari sekian ratus orang sukses yang
ada di negeri ini, mengapa harus dia. Mengapa harus si Mawar, tahukah engkau ya
Tuhan daripada bertemu dengannya lebih baik ku celupkan wajahku ke lumpur hina
puluhan kali. Aku tidak sanggup berhadapan langsung dengannya.
Seketika kenangan tentang mawar muncul menghukumku.
“aku mencintaimu mon, aku sangat
mencintaimu”
“maaf war, kita harus berpisah.
Udah bosan aku samamu”
“Mon, jangan begitu. Aku tahu
kamu bertemu dengan cowok yang lebih hebat, tapi tentu kamu tahu betapa
tulusnya aku samamu”
“iya kau tulus, tapi aku anak
orang miskin war, kamu juga. Kamu tahu betapa menyedihkannya hal itu? Kita akan
saling mencintai dan bergumul dengan lumpur kemiskinan seumur hidup”.
“apakah itu kata-kata bijak dari
seorang calon guru?”
“iya war, satu tahun saja cukup
untuk kita. Simpan saja semua kenangan kita. Enyahlah. Aku ingin kaya”
Seribu satu alasan pun tak akan
cukup untuk menyembuhkan luka yang telah ku buat. Alasan apapun yang kulakukan
untuk bersikap matre dan membuatnya membenciku tak akan mampu mengubah keadaan
dan rasa maluku. Sejauh ini aku hanya menduga dia ingin membalaskan dendamnya
padaku, yang telah tertahan bertahun-tahun yang lalu. Ku kemasi semua barangku
dan melangkah menjauh.
“Monika!!!” suara itu memanggil
namaku
Aku menoleh, dia berdiri disana.
Masih dengan tubuh pendeknya. Salah satu spesies mawar yang tak berduri. Pria
yang tidak henti-hentinya berkarya di muka bumi. Sejauh yang ku ingat aku hanya
ingat Mawar.J bukan M.Joni. ku lihat kearah tenda rupanya acara tutorium sudah
diambil alih oleh panitia lain.
Aku berdiri kaku.begitu malu.
Antara lari atau bersembunyi, aku malah mematung dengan bodohnya.
Dia mendekat. Menawarkan sebuah
bunga mawar lagi.
“Monika Arinda, Lama tidak bertemu”
ujarnya tersenyum penuh wibawa.
Hatiku bersorak detik itu “Mama,
aku ingin Pulang”.
Mardaup.J
No comments:
Post a Comment